Nama Naomi
Ahalafani
(Alumni SMK Negeri Ampera. Mahasiswi Keperawatan di Stikes
Bina Usada Bali)
Aku terlahir
dalam keluarga yang kurang mampu.
Ayahku bekerja sebagai seorang
petani, peternak, dan juga nelayan. Sedangkan, ibuku selain
mengurus rumah tangga,
ia juga selalu membantu ayah di kebun. Namun, aku sangat bersyukur
karena
walaupun dilahirkan dalan keluarga yang demikin, aku masih bisa belajar manis pahitnya perjalanan hidup ini.
“Aku juga ingin
seperti anak–anak yang lain.
Pengen hidup serba ada dan
apapun yang aku mau selalu terkabulkan“. Kadang, hal ini membuat aku berpikir dan
berkata dalam hati.
Namun saat aku
berpikir demikian dan melihat di
sekelilingku, akupun tersadarkan bahwa, walapun aku miskin
dalam ekonomi dan dilahirkan dalam keluarga yang kurang mampu, tetapi aku tidak perna
miskin akan kasih sayang dari ayah dan ibuku. Berbeda halnya dengan
anak–anak yang memiliki orangtua yang berada, mempunyai ekonomi yang
sangat baik dan memiliki segalanya. Mereka lebih kekurangan dalam hal kasih
sayang dari orangtua mereka. karena orangtua mereka masing–masing mengurus dan
mementingkan hal pribadi dibandingkan keluarga sendiri.
Aku sangat–sangat
bersyukur dan
bangga pada ayahku karena
ayahku tidak memiliki pendidikan yang baik dan hanya memiliki pendidikan
SD/SEDERAJAT. Berbeda dengan orang lain. Ayahku telah mendidik kami dengan
caranya sendiri dan mengajarkan kepada kami tentang betapa pentingnya
pendidikan bagi kami dan betapa kerasnya perjuangan hidup dalam mencari nafka,
baik menjadi seorang petani,
peternak
maupun nelayan.
Banyak orang
disekililing kami yang selalu merendakan
ayah. Mereka berkata yang
tidak-tidak tentang ayahku.
Hanya karna ayahku tidak
memiliki pendidikan seperti mereka dan cuman memiki pendidikan SD/sederajat. Tetapi, ayahku tidak
membalas mereka, dan tetap menghargai
mereka. Karena ayahku sadar memang
dalam status pengetahuan ayahku tidak memiliki pendidikdn seperti mereka dan
mempunyai pengetahuan yang kurang.
Walaupun di mata orang-orang, ayahku bukan apa-apa. Namun, di mata kami anak-anaknya, ayah adalah pahlawan
kami, yang
sampai kapanpun kami sebagai anak tidak bisa membalas semua jerih payah ayah. Ayah yang selalu mengajarkan
bahwa perihnya mencari sesuap nasi. Ayah yang mengajarkan kami
tentang betapa manis pahitnya hidup ini dan selalu mencucurkan keringatnya di waktu panas dan menahan
dingginya air hujan yang mengguyur
tubuhnya.
Ayah rela menahan haus dan
lapar untuk terus bekerja hanya demi
melihat anak-anaknya
tetap tersenyum bahagia dan tidak merasa kekurangan.
Ayahku adalah
seorang yang tidak perna putus harapan
saat pekerjaan yang ia lakukan gagal. Ayahku akan tetap berusahan untuk dapat
membahagiakan kami anak-anaknya. Saat musim panas, ayah dan ibu pergi ke gunung untuk mencari
hasil bumi
(kemiri-red). Kadangkala, hasil yang dicari
tidak memuaskan, tetapi ayahku tidak
pernah
putus harapan untuk selalu berusaha. Jika kemiri harganya tidak baik, maka ayah mempunyai beribu cara untuk dapat
menghasilkan uang demi menyekolahkan anak-anaknya dan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari, yaitu dengan mencetak
batu merah. Cara membuat batu merah juga sangat menguras tenaga, tetapi ayah tidak perna menunjukan rasa lelahnya
kepada kami sebagai anak-anaknya.
Sebagai seorang anak, aku sangat berterimah kasih kepada Tuhan karna
telah memberikan aku seorang laki-laki yang kuat dan yang sangat luar biasa
dalam hidupku. Walaupun di
mata
orang-orang,
ayahku adalah orang yang tidak memiliki apa-apa (pengetahuan), tetapi tak disangka
bahwa, walaupun
ayahku seperti itu. Namun,
pengorbanan yang telah ia lakukan terhadap anak dan istrinya sangat luar biasa
dan sangat besar harganya sehingga tak
bisa dibayar oleh kami sebagai anak-anaknya.
Saat ini, aku sudah beranjak ke
masa remaja.
Kasih sayang dari ayah masih
tak bisa dibalas
dengan apapun.
kalaupun
harus kubayar dengan mas,
berlian
atau perak sekalipun tetap saja belum bisa aku membayarnya.
Suatu hari, saat ayah dan ibu mulai beristerahat untuk melepas
kecapainnya aku mencoba membangun percakapan dengan ayah dan ibuku.
“Ayah, apakah ayah merasa lelah?”, tanyaku
“……….(Terdiam sejenak), mengapa
kau bertanya seperti itu nak”, tanya ayah.
“Kalau kau bertanya seperti itu, tentunya ayahmu lelah
karna terus bekerja sepanjang hari”, jelas ibuku.
Aku pun terdiam dan memikirkan perkataaann dari ibuku.
“Lelah atau tidaknya ayah. Sudah tugas ayah untuk
bekerja dan mencari nafka untuk kebutuhan
kita,buat makan dan untuk menyekolahkan kalian serta membahagiankan
kalian.
“Jika kamu ingin membalas lelah ayahmu, maka teruslah semangat untuk belajar dan
menyelesaikan pendidikanmu
agar
kecapain ayah dan ibu bisa terbalaskan dengan keberhasila dan kesuksesanmu
kelak nak”, kata ibunya.
“Aku janji akan mengangkat derajat ayah
dan ibu dengan keberhasilanku nanti”, Jawabku dalam hati.
“Harapan ayah semoga kamu bisa menjadi
orang yang sukses dan kelak dapat membantu ayah”, harap ayahnya.
"Amin", balasku kepada ayah dengan senyuman lembut.
Saat aku sendiri duduk dan merenungkan kembali
perkataan ayah dan ibu,sesunggunya aku merasa sedih dan tidak mampu, karna aku
tidak tau kelak apa yang terjadi di masa depanku nanti dan selanjutnya akan
seperti apa. Tapi aku juga tau bahwa jika aku benar-benar ingin mencapai
tujuanku yang memikili motivasi yang baik maka semuanya akan berhasil karna aku
mengandalkan tuhan dalam hidupku.
Sebagai ungkapan
syukur dari semua berkat yaang tuhan berikan padaku,aku tak perna lupa selalu
meminta kepada tuhan agar selalu memberikan kesehatan ,umur yang panjang dan
selalu membuka pintu berkat untuk kedua orangtuaku,menjaga dan melindungi ayah
dan ibu dimana pun dan kemana pun mereka pergi.
Kunci kebahagian
anak –anak adalah melihat orngtua mereka tetap sehat dan memancarkan senyum
bahagia saat bersama-sama dengan mereka.
Yang aku takutkan dalam hidup ini
adalah saat aku berhasil nanti orangtuaku sudak
tidak bersama-sama denganku,tapi disisi lain aku juga selalu berdoa agar
saat aku sukses nnti mereka masih dan tetap ada disisi ku nanti.